Home | Blog | Contact | "Dari Rane"

ᵔᴥᵔ Rane

AI Jadi Editor Cerpen

Saya selama ini suka bereksperimen dengan Chat GPT untuk dijadikan asisten pribadi. Asisten. Catat. Bukan untuk menjadi pengganti saya. Sorry yee, I masih punya otak hehe.. (nanti saya cerita di posting lain soal ini).

Nah, barusan terpikirkan apakah Chat GPT bisa jadi editor buat tulisan fiksi gue? Editor di sini bukan sekadar memperbaiki ejaan atau kosa kata, tapi benar-benar memberi feedback dari sisi alur cerita, logika cerita dll. Oke. Mari kita coba.

Saya pernah menulis sebuah cerpen di bulan September 2019. Dari segi ide sudah memuaskan, tapi setiap membacanya kembali saya kurang puas dengan bagian akhirnya yang rasanya kok kurang realistis. Nah mari kita tanyakan ke Chat GPT.

Buat yang tertarik, coba baca dulu cerpen yang berjudul "New York! New York!" itu di sini. Kalau perlu beri masukan atau catatan. Anggap saja Anda editor cerpen ini. Terus bandingkan dengan komentar si editor AI di bawah ini :)

Kesimpulan awal, lumayan kaget juga karena ternyata ada masukan-masukannya yang masuk akal bahkan menarik. Tapi apakah dia bisa menjadi pengganti editor manusia? Hmmm.. baca dulu deh baru kita ngobrol (kalau ada kalian waktu).

***

RANE: Cerpen ini masuk akal nggak sih dari sisi alur waktu? Kasih feedback dong

CHAT GPT: Cerpen ini cukup menarik dan mengena, terutama karena menggunakan alur waktu yang membuat pembaca terhubung dengan kejadian nyata, yaitu tragedi 11 September 2001. Namun, ada beberapa hal yang bisa diperhatikan untuk membuat alur waktu lebih realistis dan dramatis:

EKSPEKTASI ZAMAN:
Mengingat ini adalah tahun 2001, ada baiknya untuk memastikan teknologi seperti pengiriman email ke masa depan dijelaskan sedikit lebih rinci. Ide ini memang keren, tetapi mungkin akan lebih kuat jika diberi sedikit konteks bagaimana "inovasi baru" ini mungkin dianggap fantastis di tahun 2001.

ALUR PERGANTIAN LOKASI DAN WAKTU:
Penjelasan tentang perjalanan hidup si tokoh yang berpindah dari Jakarta ke New York terasa cukup masuk akal, tetapi mungkin bisa dibuat sedikit lebih hidup dengan memberikan detail emosional tentang perpindahan ini. Misalnya, bagaimana perasaannya meninggalkan Jakarta? Hal ini bisa memperkuat koneksi emosional pembaca dengan keputusan besar yang diambil oleh tokoh.

MOMEN MELAMAR DI FOODCOURT
Bagian ini menarik dan emosional, tetapi mungkin bisa diperluas sedikit untuk menunjukkan lebih jelas dilema batin si tokoh antara mengejar mimpi karier di New York atau mempertahankan hubungan. Dengan menambahkan refleksi singkat di bagian ini, akan terasa lebih realistis dari sisi psikologis.

LEDAKAN DI AKHIR CERITA:
Bagian ledakan di akhir sudah sangat kuat, mengingat ini terkait dengan peristiwa nyata yang terkenal. Namun, Anda bisa menambahkan sedikit tanda-tanda keheningan atau rasa ketidakpastian sebelum tokoh benar-benar harus meninggalkan email dan turun ke bawah. Ini bisa memberikan efek dramatis yang lebih intens.

Secara keseluruhan, cerpen ini sudah memiliki konsep yang menarik dan menyentuh. Hanya perlu sedikit perbaikan di sisi emosi dan detil dalam menggambarkan alur waktu untuk membuat peralihan-peralihan terasa lebih realistis.

RANE: Ada masukan lagi?

CHAT GPT: Tentu, saya punya beberapa masukan tambahan yang bisa membuat cerita ini semakin hidup dan terasa nyata:

KONFLIK BATIN YANG LEBIH MENDALAM:
Tokoh utama sepertinya sudah cukup lama berambisi untuk pindah ke New York, namun tampaknya ini juga menjadi sumber konflik dengan Wening. Akan lebih kuat jika ada kilasan batin yang lebih mendalam—misalnya, keraguan saat menerima tawaran dari New York atau rasa bersalah meninggalkan startup dan Wening. Konflik internal ini bisa memperkuat drama hubungan mereka.

DETIL NOSTALGIA DI JAKARTA:
Saat tokoh mengingat kehidupannya di Jakarta, Anda bisa menambahkan beberapa elemen yang lebih spesifik dan emosional tentang Jakarta. Misalnya, bagaimana aroma jalanan di pagi hari, suara bising kendaraan di Pancoran, atau kenangan akan waktu-waktu yang dihabiskan bersama Wening di tempat tertentu. Ini bisa membuat pembaca lebih bisa merasakan perbedaan hidupnya di Jakarta dan New York.

MOMEN DI KANTOR DENGAN CARMEN:
Anda bisa memperkuat karakter Carmen, mungkin dengan menggambarkan interaksi singkat antara Carmen dan si tokoh utama sebelum ledakan terjadi. Mungkin ada sedikit percakapan tentang hidup atau mimpi mereka, yang bisa menambah kedalaman karakter pendukung dan memberikan sedikit nuansa "dunia nyata" sebelum tragedi terjadi.

KONTRAS PEMANDANGAN:
Ada bagian di mana tokoh utama menyebut pemandangan dari kantor di lantai 90, melihat Hudson River. Anda bisa memperkuat deskripsi ini untuk menunjukkan betapa megah dan damai pemandangan itu, yang kontras dengan kekacauan yang akan terjadi. Detail tentang “indahnya pagi di New York” akan memberikan pukulan emosional ketika ledakan terjadi.

PESAN UNTUK DITO MASA DEPAN:
Bagian di akhir saat si tokoh menyampaikan pesan untuk Dito yang berusia 50 tahun bisa diperluas. Mungkin bisa ada harapan atau nasihat, sesuatu yang akan terasa ironis mengingat nasib tragisnya. Misalnya, pesan yang menyiratkan keinginan untuk "menikmati hidup dan menghargai setiap momen,” yang akan terasa lebih menyentuh saat pembaca tahu dia tidak akan memiliki kesempatan itu lagi.

KLIMAKS YANG MENCEKAM:
Sebelum si tokoh benar-benar meninggalkan email karena mendengar ledakan, Anda bisa menambahkan detil kecil yang menunjukkan kecemasan atau firasat buruk. Misalnya, perasaan tidak enak saat melihat asap atau insting bahwa ini bukan hanya “generator meledak.” Detail kecil ini bisa membuat ketegangan semakin terasa sebelum akhir yang menyentuh.

PENUTUP YANG EMOSIONAL:
Mungkin Anda bisa menutup dengan satu kalimat reflektif, semacam pesan harapan atau ungkapan cinta untuk Wening dan masa depannya yang dia tahu akan berbeda dari yang direncanakan. Misalnya, "Semoga aku bisa melihatmu lagi, di kehidupan yang lain."

Dengan menambahkan elemen-elemen ini, cerpen Anda akan semakin emosional, terasa realistis, dan meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca. Alur waktu dan konflik internal juga akan lebih kuat, memperkaya cerita dari segi narasi dan emosi.

RANE: Soal detil yang di dua paragraf terakhir menurutmu masuk akal nggak. Dalam keadaan darurat si tokoh masih sempat menyelesaikan emailnya. Does it make sense? Ada ide?

Kamu benar, pada kondisi darurat seperti itu, masuk akal jika tokoh akan merasa tergesa-gesa atau panik sehingga kemungkinan besar tidak akan sempat menulis dengan tenang. Untuk membuat adegan lebih realistis dan emosional, kamu bisa mencoba pendekatan berikut:

INTERUPSI YANG MUNCUL SECARA SPONTAN:
Saat tokoh mendengar suara ledakan, dia mungkin mencoba untuk mengabaikannya, menganggap itu bukan hal serius. Namun, ketika getaran kaca semakin kuat atau reaksi rekan kerja seperti Carmen yang mendesak untuk segera pergi muncul, dia akhirnya menyadari ada sesuatu yang benar-benar salah.

PENYELESAIAN EMAIL YANG TIDAK SEMPURNA:
Alih-alih menyelesaikan emailnya dengan tenang, si tokoh mungkin hanya menulis pesan yang singkat, emosional, dan sedikit tergesa-gesa karena kesadarannya bahwa ini bukan situasi biasa. Misalnya, ia bisa menulis kalimat seperti, “Ning, gue sayang sama lo, selalu. Harapannya di usia 50 lo tetap inget gue. Gue harus turun, ada darurat. Bye.”

PENYESALAN AKAN EMAIL TERAKHIR YANG TIDAK SELESAI:
Daripada menulis salam perpisahan dengan tenang, mungkin dia bisa menunjukkan penyesalan dalam hati karena tidak bisa menyampaikan lebih banyak. Misalnya, dia ingin menulis tentang rencananya atau cintanya lebih panjang tapi dipotong oleh keadaan darurat.

PENGGAMBARAN REAKSI FISIK:
Tokoh bisa mendeskripsikan reaksi tubuhnya—misalnya, tangan yang gemetar atau jantung yang berdegup lebih cepat ketika menyadari bahwa situasinya darurat. Deskripsi ini akan menambah kesan mendesak dan membuat adegan lebih nyata.

SISIPAN KALIMAT YANG TIDAK SEMPURNA:
Kamu bisa menambahkan beberapa kalimat yang tampak seperti ditulis buru-buru, tidak lengkap, atau bahkan terpotong di tengah jalan. Sebagai contoh: “Maaf Ning, harus turun… Carmen udah masuk—gila banget ini, di luar asap…”

ENDING YANG TERBUKA DAN DRAMATIS:
Kamu bisa mengakhiri email dengan tanda baca yang tidak sempurna, seperti elipsis atau kata-kata yang terpotong mendadak, seolah-olah email itu ditinggalkan begitu saja saat ia harus segera turun. Misalnya, “Ning, kalau nanti gue nggak… Ah, Carmen masuk lagi nih. Gue turun dulu ya. Love yo…”

Dengan pendekatan ini, kamu tetap bisa menyampaikan pesan terakhir yang emosional tanpa membuatnya terlihat terlalu tenang di tengah keadaan darurat. Justru, kesan tergesa-gesa dan tidak sempurna ini akan memperkuat situasi darurat serta memberikan sentuhan yang lebih manusiawi dan dramatis pada cerita.

RANE: Cool broh. Thanks

CHAT GPT: Glad you liked it, broh! Senang bisa bantu bikin ceritanya lebih dramatis dan realistis. Kalau butuh masukan lagi buat cerita lainnya, feel free to ask. Keep writing! 💪📚✨

***

Hmm.. Bagaimana menurut Anda? Kalau belum baca cerpennya, bisa baca di sini.

Kalau mau ngobrolin soal ini kontak saya di suarane@gmail.com atau DM di Instagram @Rane

Tangsel, 8 November 2024

Rane

***

#artificial intelligence