Home | Blog | Contact | "Dari Rane"

ᵔᴥᵔ Rane

AI Sebagai Asisten Pribadi

Pada tahun 2001 Marc Prensky dalam bukunya memperkenalkan istilah “Digital Immigrants” untuk menyebut orang-orang yang lahir sebelum era digital tapi saat beranjak dewasa mengalami masa-masa teknologi digital. Jadi mereka, kata Prensky, meskipun sudah mengadopsi teknologi tapi mereka masih menunjukkan “accent” atau pola-pola berpikir dan bertindak dari era pra-digital atau analog.

Tidak hanya mengalami peralihan ke era digital, para imigran digital ini sekarang juga menjadi bagian dari saksi munculnya sebuah perubahan besar yang bahkan konon potensial memicu revolusi industri ke-4 karena perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Bahkan di era ketika AI semakin merajalela seperti sekarang, mucul juga istilah “digital refugee.” Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh CEO Salesforce, Marc Benioff di World Economic Forum di Davao tahun 2017.

“I think now about how artificial intelligence will create digital refugees and how people will be displaced from jobs, tens of millions of people across the planet, because technology is moving forward so rapidly. So companies, individuals have to decide are we going to be committed to improving the state of the world? We’re at a crucial point right now.” [sumber]

Intinya AI berpotensi memunculkan arus "pengungsi digital" karena kehilangan pekerjaan akibat pesatnya perkembangan teknologi. Siapakah para pengungsi digital ini? Ada sebuah komen menarik dari Jansen Huang, CEO Nvidia di Jakarta beberapa hari lalu.

"Anda tidak akan kehilangan pekerjaan karena AI. (Tetapi) Anda akan kehilangan pekerjaan karena orang yang memakai AI," kata Huang dalam acara Indonesia AI Day tanggal 14 November 2024. [sumber]

Jadi bukan AI yang jadi ancaman, melainkan orang yang sudah lebih dulu paham teknologi AI. Padahal tidak ada alasan untuk tidak mencoba menggunakannya karena sangat mudah digunakan. Bahkan menurut Jansen Huang, AI adalah perangkat lunak yang paling mudah digunakan sepanjang sejarah teknologi manusia.

"AI adalah perangkat lunak yang paling mudah digunakan sepanjang sejarah teknologi manusia." - Jansen Huang

Karena itu tidak ada alasan untuk tidak belajar menggunakan AI. Kemudahan menggunakan AI saat ini terutama karena teknologi generative AI dan natural language processing yang membuat siapapun bisa memanfaatkannya, cukup dengan "diajak bicara".

Memang dengan kecanggihan ini kita bisa minta nyaris apa aja. Di feed Instagram saya ada banyak sekali iklan yang menawarkan menulis buku hanya dalam 24 jam, misalnya. Dalam hati saya berfikir, kalau orang bisa menulis sedemikian cepat, siapa yang sebenarnya menulis? Terlebih lagi siapa yang mau baca? Belum lagi para mahasiswa yang membuat paper atau bahkan tugas akhir yang diserahkan sepenuhnya pada AI. Ini jauh lebih canggih lagi daripada sekadar copy paste. Tapi apa memang harus begitu?

Justru di sinilah advantage yang dimiliki para imigran digital. Apa yang mereka pelajari di jaman analog dengan susah payah itu seharusnya bisa jadi bekal tersendiri untuk lebih bijak menggunakan teknologi. Salah satunya adalah memanfaatkan AI untuk mengotomatisasi tugas-tugas rutin yang seringkali sangat makan waktu. Kita sebut saja dia sebagai asisten pribadi yang membebaskan otak kita dari hal-hal rutin sehingga lebih bisa fokus ke urusan berkarya.

Sebagai salah satu bagian dari generasi imigran digital itu, saya awalnya agak resisten menggunakan AI. Tapi justru belakangan saya jadi sangat tertarik pada konsep AI sebagai asisten pribadi tadi dan mulai bereksperimen dengannya.

Saat ini misalnya saya menggunakan Chat GPT -salah satu wujud teknologi generative AI- untuk paling tidak mengerjakan tiga hal:

1. Manajemen Informasi
Di dunia ini data dan informasi berceceran di mana-mana. Google memang bisa membantu kita buat menelusuri data-data itu Chat GPT bisa membantu menganalisisnya, melihat trend dan menyajikannya dengan mudah dipahami.

2. Penerjemahan
Chat GPT menggunakan apa yang disebut Natural Language Processing atau NLP. Teknologi ini memungkinkannyha untuk memahami konteks, menjawab pertanyaan, menerjemahkan, atau melakukan tugas-tugas berbasis bahasa lainnya. Jadi dengan kata lain, tinggal kita ajak ngobrol aja. Jansen Huang benar juga ketika dia bilang ini teknologi paling mudah digunakan dalam sejarah teknologi manusia.

3. Problem Solving dan Rekomendasi
Namanya personal assistant, kita juga bisa minta AI untuk membantu memecahkan masalah. AI adalah teknologi yang punya logika murni, bebas dari nilai dan unsur emosional, sehingga seringkali kita dikejutkan dengan saran-sarannya.

So, from one digital immigrant to another, saya sarankan coba saja dulu. Gampang kok. Mulai dari Chat GPT atau Gemini (Google) atau Copilot (Microsoft). Saya sih pakai Chat GPT. Bahkan dengan Aplikasi Chat GPT 4o di ponsel saya bisa mengajaknya ngobrol langsung seperti layaknya kita bicara langsung dengan manusia.

Jangan takut pada dampaknya. Saya kok yakin kita, para imigran digital, punya modal cukup dari era analog dulu untuk lebih bersikap bijak terhadap hal-hal baru yang menghampiri hidup kita.

Sebagai ilustrasi saya membuat satu episode podcast untuk menunjukkan bagaimana asisten pribadi bernama AI itu saya ajak ngobrol untuk membantu dalam mengerjakan tiga hal di atas. Bisa didengarkan di Spotify dan Youtube, atau tinggal klik di bawah ini.

Enjoy!

ᵔᴥᵔ

.

#artificial intelligence