
* Artikel ini pernah dimuat di Kolom Pelantang, Paberik Soeara Rakjat, 23 September 2021. Semua tautan ke podcast di tulisan ini bisa dilihat di bagian paling akhir.
Di sekitar bulan Oktober 2015 Jamie Morton seorang pekerja media di Inggris menerima email dari ayahnya untuk meminta masukan soal buku yang baru ditulisnya. Sebulan sebelumnya si ayah memang sudah pernah cerita bahwa ia sedang menulis buku, tapi Jamie tidak pernah tahu apa isi bukunya sampai ia menerima draft buku itu lewat email. Ternyata ayahnya menulis sebuah novel porno! Yes, Anda tidak salah baca: Novel esek-esek alis porno.
Alih-alih panik atau malu, Jamie malah memenunjukkannya pada dua teman baiknya, Alice Levine dan James Cooper. Untuk lucu-lucuan saja ketiganya lantas membuat sebuah kanal podcast yang formatnya sederhana saja: Jamie membacakan lembar demi lembar novel pornΓ΄ ayahnya dan mendiskusikan dengan kedua temannya dengan nuansa humor, karena memang mereka menganggap kata-kata, istilah dan jalan cerita novel itu lucu. Judul podcastnya juga buat-lucu-lucuan: My Dad Wrote a Porno!
Tidak pernah mereka menyangka bahwa 6 tahun kemudian podcast itu masih terus bertahan dan menjadi salah satu podcast paling laris di dunia dengan lebih dari 280 juta download. Setahun kemudian materi podcast itu dialihwujudkan menjadi sebuah buku. Bahkan tahun 2019 lalu HBO menjadikan podcast itu sebuah serial komedi spesial untuk televisi dan itu makin melambungkan ketenaran mereka.
Jamie dan teman-temannya mungkin tidak akan setenar sekarang kalau ayahnya tidak menulis novel porno, tapi ada yang lebih penting lagi dari itu yakni ide menjadikannya sebuah podcast.
Apa yang dialami Jamie dan kedua temannya adalah bukti bahwa ide itu luar biasa mahal tapi kadang muncul dari hal-hal yang remeh dan spontan tanpa harus memeras otak bermalam-malam. My Dad Wrote a Porno adalah buktinya, karena murni lahir dari spontanitas niatan untuk lucu-lucuan saja. Mungkin akan lain ceritanya kalau novel itu dijadikan podcast 17 tahun ke atas atau malah novel porno si ayah digeletakkan begitu saja tanpa disentuh sedikitpun.
~~~
Ide itu luar biasa mahal, tapi bisa jadi tidak berharga sama sekali kalau tidak diwujudkan.
Jamie mungkin bisa berkilah keberhasilan mereka itu murni kebetulan belaka yang menjelma jadi keberuntungan. Ya, mungkin saja benar. Tapi dewa keberuntungan tidak akan datang menghampiri kalau tidak ada cetusan ide untuk membuat podcast itu, ditambah upaya untuk mewujudkannya.
Casey Neistat, Youtuber kondang yang juga akhirnya menjadi podcaster, pernah bilang ide itu sangat murah karena setiap orang pasti punya ide. Tapi yang lebih penting adalah eksekusinya.
Casey bukan orang kemarin sore di dunia konten kreator. Mungkin di kepalanya selalu muncul ratusan, mungkin ribuan ide mulai dari yang njlimet sampai yang absurd sekalipun. Yang lolos baginya adalah ide yang pada akhirnya di eksekusi.
Ada satu contoh menarik yang mungkin akan bikin para podcaster film geleng-geleng kepala. Mari kita buktikan apakah kalian pernah terpikirkan bikin podcast bertema film dari sudut pandang ini.
Tersebutlah dua orang teman, Alex Robinson dan Peter Bonavita yang sama-sama penggila komik dan film. Suatu hari di tahun 2013 mereka mendengarkan Mission Log, sebuah podcast yang menganalisa serial film Star Trek episode demi episode.
Entah kesambet jin ide dari mana, keduanya lantas membuat podcast serupa untuk seluruh rangkaian film Star Wars. Tapi alih-alih membahasnya per episode yang jelas tidak sebanyak serial Star Trek, mereka memutuskan membahas Star Wars menit demi menit.
Yes, Anda tidak salah baca! Setiap episode podcast itu membahas satu menit potongan film Star Wars!
Satu menit!!!
Hayo, ada yang pernah terpikirkan?
Sejak episode pertama meluncur tanggal 13 Juni 2013, Star Wars Minutes, itu nama podcastnya, sudah membahas menit demi menit setiap film Star Wars yang pernah diproduksi, bahkan ditambah pula dengan The Mandalorian. Gokil! Bayangkan saja, The Last Jedi misalnya, berdurasi sekitar 2.5 jam, jadi mereka punya kurang lebih 150 episode, mulai dari pembukaan sampai credit title.
Sinting!
Ide yang sekilas aneh bisa menjelma menjadi sebuah karya luar biasa. Asal diwujudkan. Jangan cuma tersimpan di otak saja atau hanya terucap di mulut.
Sampai di sini semoga teman-teman podcaster sudah cukup terpicu untuk mulai memikirkan ide baik untuk podcast ataupun episode-episode podcastnya. Tapi sayang rasanya kalau saya tidak membagi beberapa ide lain.
~~~
Di Inggris ada satu acara radio yang kini juga sudah dibuat dalam versi podcast. Namanya Desert Island Discs. Bicara ide, sebenarnya konsep acara ini sederhana sekali. Mereka mengundang satu tamu, biasanya tokoh terkenal, untuk ikut mengkhayal apa jadinya kalau mereka terdampar di sebuah pulau terpencil dan hanya boleh menyimpan 8 lagu, 1 kitab suci dan 1 barang mewah. Mereka harus menjelaskan mengapa memilih benda-benda itu. Tanpa disadari oleh para tamu, mereka sudah membicarakan kisah hidup mereka lewat cerita yang melatari mereka memilih 10 benda itu. Desert Island Disc adalah acara radio yang usianya sudah lebih tua dari negeri kita tercinta Indonesia karena pertama mengudara di tahun 1942, dan hingga kini masih digemari.
Ting! Apakah cerita saya ini sudah berhasil menyalakan lampu bohlam ide di kepala? Hehe..
Oke, satu lagi deh. Saya kalau sedang susah tidur suka sekali mendengarkan musik-musik di Spotify yang konon memang dirancang untuk membantu tidur karena nada-nadanya yang menenangkan. Suatu hari saya menemukan podcast berjudul Get Sleepy yang kontennya adalah berbagai macam cerita-cerita pengantar tidur, tapi digabungkan dengan musik yang meditatif dan menenangkan. Get Sleepy ini dibacakan oleh para pengisi suara profesional, penulis berpengalaman dan sound engineer yang jam terbangnya sudah tinggi.
Masih soal tidur, ada satu ide yang tidak kalah kerennya dan ini ada hubungannya dengan konsep podcast ala pillow talk, alias ngobrol-ngobrol sebelum tidur yang sudah banyak dibuat oleh pasangan-pasangan podcaster. Tapi alih-alih merekamnya di studio, Craig dan Chyna, suami istri yang menjadi host podcast ini, benar-benar merekamnya di tempat tidur secara spontan sebelum mereka berangkat ke alam mimpi. Jadi suasananya dapat, settingnya sesuai, dan konteks obrolannya juga bisa dapat. Sederhana, bukan? Tapi idenya itu yang mahal! Sayang podcast yang diberi nama Story Not Story ini sudah tidak diperbaharui. Semoga saja hubungan mereka baik-baik saja dan masih tidur seranjang. π
~~~
Wahai teman-teman podcasterku tercinta. Ide itu bisa lahir dari mana saja. Bisa jadi idenya benar-benar spontan dan orisinil seperti Jamie, dua temannya, dan novel porno ayahnya Jamie. Tapi bisa jadi juga ide itu tersulut inspirasi dari sebuah karya, seperti Alex dan Peter yang menemukannya setelah mendengar podcast Star Trek, atau seperti dua podcast bertema tidur di atas yang mengambil sudut pandang berbeda tapi mereka jadikan orisinil.
Yang jelas pendengar podcast di Indonesia membutuhkan banyak ide-ide baru, entah itu orisinil atau terinspirasi dari karya lain. Mereka sudah bosan dengan yang itu-itu saja.
Masalahnya, entah kenapa kita suka sekali membebek karya yang sudah ada dan sukses, mungkin karena berfikir itulah cara yang paling mudah dan berharap bisa mendapatkan keberuntungan yang sama.
Padahal sampai kapanpun, peniru paling hebat hanya akan duduk di peringkat kedua, karena nomor satu pastinya adalah karya aslinya.
Ting! π
Tangsel, 23 September 2021
Rane
~~~
Tautan ke podcast-podcast yang di bahas di episode ini:
Kreator / yang punya ide adalah sumber mata air, sedangkan yang ikut-ikut hanyalah aliran air.
Kalau dipikir-pikir ide itu murah memang, cuma eksekusinya yang sulit, seperti saya ini hahaha. Punya ide ini itu tapi eksekusinya yang sulit (padanan kata terbaik: malas). Masih banyak mimpi dan ide, semoga suatu saat bisa direalisasikan.
Btw kata orang ide jangan terucap di mulut, awas disambar orang lain π