Home | Blog | Contact | "Dari Rane"

ᵔᴥᵔ Rane

Ini Bukan Soal Anda, Ded.

Sudah bisa ditebak pelantikan Letnan Kolonel Tituler Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sundjojo Ph.D. sebagai salah satu Staf Khusus Kementerian Pertahanan mengundang kritikan pedas di kalangan masyarakat.

Pak Letkol DC pun mengklarifikasi salah satu kritik itu dan paling tidak ada dua hal yang saya tangkap dari ucapannya:

  1. Stafsus yang dilantik bukan cuma dia sendiri. Ada 4 orang lagi yang luar biasa dan dia bilang, "Kalau saya nggak dianggap ya nggak apa-apa."
  2. Dari awal DC sudah menyatakan tidak mau mengambil gaji atau bentuk materi lain yang menjadi haknya sebagai Stafsus karena tidak membutuhkannya.

Nah, saya mau mencoba melihat masalah ini dari sudut pandang komunikasi publik.

Mohon ijin

Buat saya ini bukan soal Anda pribadi, Ded. Ini bukan soal Anda mau mengambil gaji apa tidak. Ini bahkan bukan soal siapa dan berapa stafsus lainnya yang dilantik bersamanya. Pak Prabowo dan Pak Syafri tentu punya pertimbangan merekrut stafsusnya, dan daya jangkau komunikasi publik DC pasti menjadi aset berharga, sama berharganya dengan Pak Sudrajat, Pak Kris , Pak Lenis dan Pak Indra yang punya kelebihan di bidang masing-masing.

Coba bayangkan betapa besarnya potensi jangkauan komunikasi publik Kemenhan jika merekrut pesohor yang satu ini. Daya lantangnya minimal bisa menjangkau 24 juta pengikut di Youtube dan lebih dari 12 juta lainnya di Instagram. Minimal.

DC jelas direkrut karena daya jangkau komunikasinya. Itu aset besar, tapi juga beban besar bagi pemerintah dalam mengelola narasi publik jika si pelantang tidak melakukannya dengan benar.

Mohon ijin,

Ibarat pedang komando yang bermata dua, di sisi yang satu lagi, daya lantang yang besar itu tentu ikut mengamplifikasi kritikan masyarakat terhadap proses efisiensi anggaran yang sedang digaungkan besar-besaran oleh pemerintah.

Wajar saja rasanya jika masyarakat kemudian muncul dengan satu pertanyaan simpel saja:

"Loh, katanya mau efisiensi?"

Tetapi DC harusnya sadar kalau pertanyaan semacam ini bukan diarahkan kepada dia pribadi, melainkan ke pemerintah. Ini bukan soal Anda, Ded. Ini soal masalah yang jauh lebih besar lagi.

Mohon ijin

Karena itu jika sebagai pelantang untuk pemerintah dia menanggapi dengan jawaban tidak mau mengambil gaji dengan dalih tidak membutuhkan, kok rasanya kurang strategis --untuk tidak mengatakan kurang sensitif atau malah kurang cerdas. Alih-alih dia malah makin membuat ini sebagai masalah pribadi dengan menantang orang untuk memeriksa berapa besar dia bayar pajak dan berapa net worth pribadinya. Saya kok yakin dia tahu betul banyak sekali rakyat yang net worthnya bahkan tidak sampai menyamai ukuran sebutir nasi yang masih menempel di ujung sendok yang biasa dibengkokkannya itu. Atau mungkin dia lupa?

Kok jadi sama kurang bijaknya dengan ketika dia dengan tatapan mata menakutkan dan otot yang menonjol ke mana-mana, menanggapi seorang anak SD yang tidak suka makanan bergizi gratis pemerintah senilai Rp.10.000 lantas dibandingkan dengan anaknya sendiri yang suka nasi kotak jatah kru di tempat shooting dengan nilai yang --berani taruhan-- di atas sepuluh ribu perak. Takut? Iya lah. Bingung. Pasti. "Lah kok jadi gitu?" mengutip komen seorang netizen.

Mohon Ijin,

Ini bukan soal Anda, Ded. Di tengah buruknya kemampuan komunikasi banyak petinggi negara yang seringkali tidak sensitif pada rakyat kecil yang dicintai Presiden Prabowo, seorang pesohor dan pelaku media seperti Anda yang direkrut sebagai pelantang untuk negara seharusnya memberikan contoh cara berkomunikasi yang jauh lebih keren.

Karena ini bukan soal Anda, ketidakbutuhan Anda pada gaji dan tunjangan yang kabarnya hampir 20 juta perak per bulan, apalagi net worth Anda.

Ini bukan soal Anda, Ded.

Mohon ijin.

Tangsel, 14 Februari 2025

ᨑᨊᨙ

-- Versi audio ada di sini.

#sosial politik