Komunikasi Sebagai Profesi di Era Digital
Catatan: Link ke versi PDF tersedia di akhir artikel
A. Pendahuluan
Pertama-tama, senang bisa kembali di kampus FISIP Universitas Indonesia. Saya dulu duduk di kursi yang kalian tempati itu beberapa tahun yang lalu, mencatat perkuliahan dengan pena dan kertas, bukan dengan laptop atau tablet seperti kalian. Lalu, beberapa tahun setelah lulus, datanglah era konvergensi digital. Hal ini mengubah keadaan secara drastis. Dan sekarang saya di sini, berbicara tentang tantangan digital dalam profesi kita sebagai komunikator di era yang bahkan melampaui era digital jaman saya dulu.
Izinkan saya memulai dengan mengutip ucapan seseorang yang saya kenal di kampus ini dulu. Entah kalian kenal atau tidak dengan nama Prof Djajusman Tanudikusumah. Beliau adalah Profesor Ilmu Komunikasi pertama dari universitas kita.
Saya pernah mendapatkan kehormatan menjadi asisten beliau di mata kuliah Filsafat Komunikasi (entah kenapa saya yang dipilih. Mungkin karena saya memang pandai atau lebih mungkin karena tidak ada yang tertarik pada mata kuliah yang ada kata “filsafatnya” itu ). Nah, hingga sekarang saya masih ingat satu hal yang selalu beliau sampaikan kepada para mahasiswanya:
"Komunikasi sebagai sebuah profesi, tidak berbeda dengan menjadi seorang dokter atau insinyur."
Dengan kata lain, yang selalu beliau tekankan kepada kami para mahasiswa adalah, sebagaimana halnya dokter mengobati orang dan insinyur membangun sesuatu, seorang ahli komunikasi memiliki kekuatan untuk membentuk opini, menjembatani perbedaan, dan menghasilkan solusi. Seorang ahli komunikasi yang terampil dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu-su sosial, menciptakan kampanye yang menginspirasi perubahan lingkungan, atau bahkan mengubah opini publik dengan pesan yang tepat. Bahkan, komunikasi bisa membuat seseorang --kadang seseorang yang bukan siapa-siapa-- untuk duduk di kursi presiden atau wakil presiden. Coret yang tidak perlu. :)
Saya bukan akademisi. Jadi, saya akan gunakan cara saya yang sangat pragmatis. Saya akan mulai dengan berbagi tiga cerita tentang perjalanan saya di dunia komunikasi. Simpan saja tablet, atau laptop kalian. kalian tidak akan menemukan ada teori dan tidak ada definisi dari buku teks. Hanya tiga cerita tentang apa yang saya alami dan pelajari dari bidang ini, dan kemudian saya akan membawa kalian ke tantangan dan masa depan ilmu komunikasi sebagai profesi di era digital, yang saya harap dapat memicu diskusi di antara kalian.
Di sepanjang cerita saya ini, saya akan merekomendasikan beberapa buku untuk membantu memicu minat kalian, seperti yang juga dilakukan dosen saya di setiap perkuliahan dulu, dan terbukti membuat saya kepincut dengan dunia ini.
B. Perjalanan ke Dunia Komunikasi:
Cerita 1: Membaca Jalan Saya ke Dunia Komunikasi – Fase Penemuan
Saya memulai perjalanan saya di dunia komunikasi tanpa pengetahuan sama sekali tentang bidang ini. Ini adalah dunia yang benar-benar berbeda, karena di SMA saya memilih level A1 (Matematika dan Fisika). Namun perjalanan saya berubah berkat dosen-dosen muda yang berpikiran terbuka dan para senior alumni yang memiliki pengalaman nyata di lapangan. Mereka dengan senang hati berbagi wawasan dan -ini yang paling berkesan- merekomendasikan buku-buku yang menjadi alternatif teori-teori yang diajarkan para dosen senior di kampus dulu. Dengan segala hormat kepada para dosen senior saya yang luar biasa, namun memiliki sudutr pandang alternatif adalah sesuatu yang mungkin hanya bisa diimpi-impikan oleh para mahasiswa ketika itu. Ia melengkapi ilmu yang kita peroleh secara formal.
Melalui bacaan-bacaan dan diskusi-diskusi inilah saya mulai melihat ilmu komunikasi sebagai sesuatu yang lebih daripada sekadar sudut pandang teori. Sekali lagi, teori itu penting. Tapi sudut pandang alternatif adalah sesuatu yang tidak kalah pentingnya. Ia adalah pelengkap dari ilmu yang saya dapat. Sayapun jadi tergila-gila membaca berbagai referensi alternatif demi melengkapi pemahaman saya.
Nah, kalian mungkin masuk ke sini dengan sedikit pemahaman seperti saya dulu, tetapi selalu terbukalah terhadap gagasan-gagasan baru dan selalu ingat bahwa belajar adalah sebuah proses. Komunikasi bukan hanya teori. Komunikasi adalah sesuatu yang kalian kembangkan melalui eksplorasi dan praktik. BANYAKLAH MEMBACA. Bukan hanya karena ini bagian dari tugas, tetapi untuk mengisi rasa ingin tahu kalian.
Buku untuk Memicu Pikiran: "How to Read a Book: The Classic Guide to Intelligent Reading" oleh Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren. – Setelah membaca buku ini, saya menemukan perspektif baru dalam membaca buku apapun. Cobalah.
Cerita 2: Dari Analog ke Digital ke AI – Fase Adaptasi
Saya adalah generasi dari era analog, di mana kaset dan file fisik adalah hal umum. Saya masih ingat ingat mengikuti kelas tata letak surat kabar yang masih menggunakan gunting, kertas, dan lem.
Namun tidak terlalu lama setelah masuk ke lapangan pekerjaan, kita beralih ke dunia digital. Segala sesuatu mulai dari cara kita berbagi informasi hingga cara kita terhubung dengan orang lain berubah total. Semua orang bicara tentang “2.0” ini, “2.0” itu. Konvergensi ini dan itu. Sayapun tentu harus beradaptasi terhadap perubahan itu. Tidak ada pilihan.
Tapi tidak lama kemudian muncul gelombang Artificial Intelligence (AI). Temponya bukan hanya cepat tapi sangat luar biasa cepat. Saya jadi harus memikirkan ulang bagaimana saya melihat dan mempraktikkannya dari perspektif komunikasi. Untuk tetap relevan berarti harus terus belajar dan beradaptasi.
Perubahan tidak bisa dihindari dalam bidang yang kita ceburi ini. Terimalah, dan sadari bahwa kemampuan beradaptasi adalah aset terbesar kalian. Saat kalian beralih dari digital ke AI dan seterusnya, ingatlah bahwa setiap fase baru bukan hanya menawarkan cara baru tetapi juga menuntut kalian untuk berkembang. Jangan pernah —dan ini serius banget—jangan pernah meromantisasi masa lalu sebagai alasan untuk tidak mau beradaptasi dengan masa depan. I learned this the hard way :p
Buku untuk Memicu Pikiran kalian:
"Nexus: A Brief History of Information Networks from the Stone Age to AI" oleh Yuval Noah Harari. – Walaupun buku Yuval kali ini banyak kontroversinya, ya wajar-wajar saja. Tapi cara dia membahas perkembangan informasi secara komprehensif itu luar biasa. Ini bisa jadi pembuka jalan yang sangat bagus untuk masuk ke dunia informasi dan segala kemajuannya.
Cerita 3: Kekuatan Storytelling di Era Digital – Fase Penguasaan
Ketika teknologi semakin cepat dan informasi membanjiri keseharian kita bak tsunami, jadinya kita mudah sekali tersesat dalam kebisingan informasi. Namun satu hal yang saya pelajari dari pengalaman saya yang saat itu sudah memasuki dunia profesi adalah: storytelling atau kemampuan mengemas informasi menjadi ceritalah yang membuat kalian menonjol di tengah kebisingan informasi itu. Di luar semua perubahan yang cepat, storytelling tetap menjadi inti dari hubungan antar manusia. Dalam dunia yang diramaikan oleh data dan algoritma, sebuah cerita yang dikemas dengan baik menjadi cara paling ampuh untuk menjangkau sesama manusia.
Storytelling mengajarkan saya bahwa sebuah cerita yang disampaikan dengan baik akan membangun kepercayaan, menginspirasi setiap tindakan kita, dan pada gilirannya akan menghadirkan sentuhan manusia yang khas dan tidak bisa direplikasi oleh teknologi apa pun. Dalam dunia di mana arus informasi seolah tidak ada akhirnya, kemampuan storytelling menjadi sangat penting. Gunakan itu untuk saling terhubung, menginspirasi, dan membawa unsur manusia komunikasi kalian.
Buku untuk Memicu Pikiran kalian:
"The Science of Storytelling: Why Stories Make Us Human and How to Tell Them Better" oleh Will Storr. – Saya belum pernah menemukan buku yang sedemikian lengkap mengulas tentang storytelling daripada buku ini. Buku ini juga sangat mudah dipahami. Jadikan ini sebagai pembuka jalan kalian untuk mengenal dunia storytelling.
C. Tantangan dan Peluang
Tantangan
- Information Overload dan Misinformasi
Konteks: Banjir informasi yang kita alami setiap hari bisa menyulitkan para profesional komunikasi—baik dalam jurnalisme, hubungan masyarakat (PR), atau periklanan—untuk memilah mana pesan yang benar dan bisa dipercaya.
Dampak pada Profesi: Jurnalis menghadapi tantangan dalam membedakan fakta yang terverifikasi dari misinformasi. Spesialis PR harus bekerja lebih keras untuk mengelola reputasi dalam iklim di mana misinformasi dapat menyebar dengan cepat, dan pengiklan seringkali kesulitan menarik perhatian di ruang digital yang semakin ramai.
2.Privasi dan Dilema Etika
Konteks: Era digital membuat kita lebih mudah untuk mengumpulkan data tentang konsumen, pembaca, atau target audience, tetapi pada saat yang sama ini juga memicu isu perlindungan privasi dan batasan etika.
Dampak pada Profesi: Pelaku PR dan periklanan harus menyeimbangkan personalisasi dengan privasi, memastikan bahwa mereka tidak melanggar stkalianr etika. Jurnalis juga harus bisa mengenali apakah ada implikasi etis penggunaan data pribadi untuk laporan investigasi mereka.
3.Perubahan Teknologi yang Cepat dan Kesenjangan Keterampilan/ Skill
Konteks: AI, analitik data, dan media imersif menjadi bagian integral dari keseharian kita. Tentu kita harus terus berusaha untuk relevan dengan segala perubahan itu.
Dampak pada Profesi: PR, jurnalisme, dan periklanan sangat dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memahami dan menggunakan teknologi ini secara efektif. Misalnya, para jurnalis kini diharapkan mampu memanfaatkan teknologi digital untuk riset dan storytelling, sementara dunia periklanan harus mampu menggunakan analitik untuk mengoptimalkan kampanye secara real-time.
Peluang
- Peningkatan Keterlibatan Audiens dan Personalisasi
Konteks: Teknologi digital memungkinkan para profesional komunikasi menjangkau audiens dengan tingkat presisi yang belum pernah kita lihat sebelumnya serta menciptakan konten yang sesuai dengan demografi tertentu.
Dampak pada Profesi: Dalam periklanan, kampanye dapat menghasilkan tingkat keterlibatan/ engagement yang lebih tinggi dan presisi. Spesialis PR dapat membangun hubungan yang lebih erat dengan pemangku kepentingan utama melalui komunikasi yang dipersonalisasi, dan jurnalis dapat menggunakan data untuk lebih memahami minat audiens mereka.
- Real-Time Feedback dan Kemampuan Beradaptasi
Konteks: Dengan teknologi digital kita bisa mendapatkan umpan balik secara instan lewat komentar, share, like dan analitik, memungkinkan penyesuaian cepat terhadap strategi dan pesan yang ingin disampaikan.
Dampak pada Profesi: Jurnalis dapat memantau reaksi audiens secara real time dan menyesuaikannya dengan laporan mereka, pengiklan dapat mengoptimalkan kampanye di tengah jalan ketika kampanye sudah dimulai, dan profesional PR dapat menyesuaikan strategi mereka berdasarkan sentimen publik secara real time.
- Jangkauan Global dan Peluang Kolaboratif
Konteks: Teknologi komunikasi digital mempermudah kita menjangkau dan berkolaborasi dengan audiens global, sehingga memperluas cakupan dan dampak dari komunikasi yang kita ciptakan.
Dampak pada Profesi: Kampanye PR dan periklanan kini dapat menjangkau pasar internasional dengan mudah. Jurnalis memiliki alat untuk melaporkan cerita yang berdampak secara global, dan kolaborasi lintas disiplin menjadi lebih mudah dilakukan daripada sebelumnya.
D. Masa Depan Profesi Komunikasi – Sebuah Perspektif
Ini adalah perspektif saya tentang apa yang mungkin akan kalian hadapi di masa depan. Beberapa gagasan di sini mungkin akan terdengar bak film fiksi ilmiah, tetapi saya mau mengajak kalian untuk memikirkannya. Anggap saja sebagai titik awal untuk diskusi yang lebih luas dan mendalam.
1.Dari Surat Kabar ke Jurnalisme Online ke Laporan dengan Bantuan AI
Surat kabar telah berevolusi dari cetak menjadi digital, dan di masa depan jurnalisme bisa jadi akan sangat terpengaruh oleh AI. Bayangkan jurnalis berkolaborasi dengan AI untuk menghasilkan konten lebih cepat. Teknologi generative AI bisa mempercepat proses riset, pengecekan fakta, dan menghasilkan draf awal. Para jurnalis bisa lebih terfokus pada analisis dan storytelling/ penyampaian. Hasilnya adalah produksi berita menjadi lebih cepat dan lebih mendalam.
- Dari Siaran Radio ke Podcast ke Radio yang Terpersonalisasi
Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia radio, saya tidak percaya audio akan mati. Chat GPT pernah bereksperimen dengan kanal radio yang menawarkan siaran personalisasi secara real-time berdasarkan selera, suasana hati, atau dan setiap individu. Semua dilakukan oleh AI. Bayangkan mendengarkan radio yang secara otomatis mengetahui jenis konten yang cocok untuk untuk dalam segala situasi. Ia mampu beradaptasi secara real-time untuk tetap aktual dan relevan. Rasanya seperti memiliki penyiar pribadi yang hanya relevan dengan preferensi kalian.
- Dari PR Tradisional ke Digital PR ke Manajemen Reputasi Real-Time oleh AI
Ke depannya kita mungkin akan melihat manajemen reputasi yang dilakukan oleh AI, di mana sistem AI memantau dan memprediksi sentimen publik secara real-time, dan secara otomatis merespons krisis dan menyesuaikan strategi di berbagai platform atau kanal dan memastikan brand dapat merespons dengan cepat dan efektif.
- Dari Iklan Cetak ke Iklan Digital yang Ditargetkan ke Iklan Prediktif yang Hiper-Personal
Iklan telah beralih dari cetak ke iklan digital yang ditargetkan berdasarkan demografi dan perilaku. Di masa depan, iklan prediktif yang hiper-personal dapat memanfaatkan AI untuk mengetahui keadaan emosi dan biometric setiap individu yang menjadi target, lalu menyodorkan iklan yang khas dan relevan untuk setiap individu, dan pada saat yang tepat dapat memberikan dampak maksimal.
- Dari Papan Reklame ke Layar Digital Programatik ke Iklan yang Interaktif
Bayangkan di masa depan, ruang iklan dapat menjadi cerdas dan interaktif. Dengan memanfaatkan teknologi pengenalan wajah mereka dapat menyesuaikan konten untuk setiap individu, menggabungkan pengalaman iklan fisik dan digital.
- Dari Siaran Pers ke Pernyataan di Media Sosial ke Konten Mikro yang Dikurasi AI
Di masa depan, kita mungkin akan melihat brand menggunakan AI untuk membuat micro-content/ atau konten mikro berupa video pendek, pesan yang dipersonalisasi, dan pengalaman imersif di berbagai platform, memungkinkan interaksi langsung yang otentik dengan audiens.
E. Peran Kreativitas dan Masa Depan Komunikasi
Teknologi akan terus berubah, dan alat-alat penunjangnya akan terus berkembang. Namun, kunci untuk tetap relevan dalam komunikasi adalah: kreativitas.
Algoritma dapat memprediksi tren dan AI dapat menganalisis data dalam sekejap mata, tetapi kreativitas adalah sesuatu yang unik bagi manusia. Kreativitas bukan sesuatu yang bisa kalian pelajari hanya dari buku teks atau teori.
Kreativitas berkembang melalui pengalaman, eksplorasi perspektif yang berbeda dari yang lain, dan bagaimana kita melihat dunia dengan pkalianngan yang berbeda dan baru. Kemampuan untuk menghadirkan ide-ide baru, menafsirkan cerita dengan cara unik, dan menjangkau emosi manusia akan menjadi faktor pembeda kita sebagai manusia.
Jadi, saat kalian memasuki profesi ini, ingatlah ini:
“Masa depan dunia komunikasi itu cerah dan penuh berbagai kemungkinan, Tetapi yang akan paling menentukan masa depan kita adalah kita sendiri, kalian, kreativitas kalian, visi kalian, dan kemanusiaan kalian.”
Buku untuk Membantu Memicu Kreativitas:
"Make Good Art" oleh Neil Gaiman – Buku ini sebenarna adalah salah satu pidato Neil Gaiman saat ia menjadi pembicara di hadapan lulusan sebuah perguruan tinggi di Amerika. Isinya adalah ajakan untuk terus berkarya, menerima bahkan merangkul kegagalan, dan mengambil risiko.
"Steal Like an Artist" oleh Austin Kleon – Buku ini menyederhanakan konsep kreativitas, mendorong kita untuk memetik inspirasi dari mana saja, menciptakan ide baru dari yang sudah ada dan menemukan keunikan kita sebagai individu.
"Think Like a Freak" oleh Steven D. Levitt dan Stephen J. Dubner – Buku ini ditulis oleh oleh penulis buku terkenal berjudul "Freakonomics." Buku ini mengeksplorasi pemecahan masalah secara kreatif dengan melihat dunia melalui sudut pkalianng yang berbeda. Buku ini adalah tentang bagaimana kreativitas bisa diterapkan pada bidang non-artistik, seperti ekonomi dan isu sosial.
F. Penutup
Komunikasi, baik sebagai sebuah karir maupun bidang keilmuan akan terus berkembang dan berubah!
Karena itu mulailah berinvestasi, DARI SEKARANG!
- Banyaklah membaca. Bukan hanya karena tugas dari dosen dan demi mengincar nilai yang bagus.
- Kuasai Teknologi AI. Bukan sebaliknya, malah kalian yang dikuasai AI.
- Kuasai teknik Storytelling. Belajarlah dari para pencerita hebat di segala era dan media.
- Tingkatkan kreativitas kalian. Itulah yang membuat kalian menjadi manusia.
- Mulailah membangun jaringan, bukan cuma follower.
Sekarang, setelah mendengar cerita saya ini, di saat kalian mulai memasuki dunia yang mungkin baru ini, cobalah fikirkan, dalam 10 tahun ke depan, kalian akan ada di mana dan apa yang menjadi karya kalian? Semoga paling tidak bisa terbayang. Jangan takut melangkah dan terus konsisten lalu biarkan hidup menentukan jalan untuk kalian.
Satu catatan penting yang saya pelajari dari dunia perkuliahan:
Teruslah bertanya dan jangan takut dianggap bodoh. Kenapa? Karena kalian memang bodoh. Serius! Ini bukan becanda. Kita harus mulai dari bodoh untuk bisa menjadi pintar, bukan? :p
Justru takutlah jika tidak ada pertanyaan yang muncul di kepala kalian. Bisa jadi kalian sudah pintar, atau jangan-jangan kalian benar-benar… (ah sudahlah.. :p)
Terima kasih!
Depok, 4 November 2024
Rane
*Disampaikan dalam kuliah Kelas Khusus Internasional Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Download versi PDF di sini:
Bahasa Indonesia:Komunikasi Sebagai Profesi di Era Digital
Bahasa Inggris:Communication as a Profession in the Digital Era