Home | Blog | Contact | "Dari Rane"

ᵔᴥᵔ Rane

New York! New York!

Woi, Dito, apa kabar lu? Gile benerr! Kayak apa rasanya umur gocap? Badan masih oke? Mesin masih tokcer?

Masih rajin ganti oli, dong? Hahaha..

Eh, lo akhirnya jadi kawin sama Wening, kan. Please bilang jadi. Gila lo, kita udah capek-capek pacaran sama dia dari SMA, kalau nggak jadi kelewatan bener lo. She's not just one in a million, man! She's one in a lifetime!

Oke, Sebelum lo bingung dan bertanya-tanya siapa sih kampret yang kirim email ini, ini gue, man! Ini lo dari masa lalu! Iya ini kita! Nggak usah bingung begitu deh. Bukan prank! Bukan email hoax dari pangeran di Nigeria. Jangan dihapus! Baca dulu, nyet!

Jadi ceritanya gini. Beberapa menit lalu si Carmen baru saja share satu link keren. Eh, masih ingat Carmen kan? Maria de la Carmen! Sekretaris kita dulu. Cewek Meksiko yang cakep, bohay tapi ganjennya selalu bikin ilfil itu. Hayo, pasti lo lagi nyengir sekarang. Hayo, lagi mikir apa? Dasar!

Nah, link website yang dikirim carmen itu keren banget. Di website itu kita bisa mengirim email ke diri sendiri di masa depan dan kita bisa menentukan mau dikirim ke tanggal berapa, bulan apa, tahun berapa di masa depan. Gila! Ide itu emang mahal banget ya. Kebayang nggak kalau dulu kepikiran bikin ide begini buat startup. Mungkin kita sudah kaya raya sekarang ya.

Well, not that I’m complaining with what we have achieved so far today! This is much better.

Anyway, gue akhirnya iseng dong ngirim email ke elo, ke kita, 18 tahun dari sekarang pas lo baru saja ulang tahun ke 50. Jadi kalau lo baca ini, berarti lo belum mati. Happy birthday, Dito!

Gue asli penasaran ke mana ya hidup membawa kita 18 tahun dari saat gue tulis ini. Sayangnya website itu nggak bisa membalas email ke masa lalu ya. Kebayang nggak betapa kerennya kalau bisa. Soalnya gue penasaran banget apa yang terjadi di hidup kita ini. Apa akhirnya lo pindah ke kantor competitor kita di seberang itu? Tau jangan-jangan lo sudah jadi partner di firma, yang saat gue tulis ini, baru aja seminggu gue kerja di sini.

Tapi gila, man! Kayak mimpi aja rasanya. Barusan waktu berangkat ke sini, jalan kaki menyusuri Liberty Street sambil menghirup udara pagi New York yang mulai adem, tiba-tiba ingatan gue terbang ke masa lalu. Bayangin aja, baru tiga bulan lalu kita masih di Jakarta. Saat ini jam 8 pagi, jadi mungkin kita masih terjebak macet di Pancoran, lagi mandi keringat gara-gara Toyota Hard Top kita nggak ada ACnya. Yang ada cuma kipas angin kayak di Metro Mini. Hahaha. Ingat dong mobil kesayangan kita itu.

Sementara sekarang, jam segini gue udah duduk manis di ruangan kantor kita di lantai 90 dengan pemandangan ke arah Hudson River, lagi nunggu meeting dengan klien sambil menulis email ke diri gue sendiri 18 tahun dari sekarang. Gila! Beneran serasa mimpi aja. Lo masih ingat kan perasaan waktu itu?

Dit, ingat nggak, ini semua gara-gara email yang kita terima sekitar 5 bulan lalu waktu lagi makan siang dengan Wening di Plaza Senayan. Email yang mengabarkan kalau kita diterima jadi Lead Architect di Atkins, Owen and Meryl, firma arsitektur idaman kita di New York. Padahal lamarannya sudah kita kirim dari setahun lalu. Lo masih simpan kan email itu. Sekarang sih masih ada di Gmail kita. Coba deh lo cari lagi. Email bersejarah tuh.

Detik itu juga hidup kita berubah. Ingat nggak, makan siang kita molor sampai sore gara-gara ribut sama Wening. Soalnya kita kan berencana nikah tahun depan. Udah gitu, kita juga baru dapat investor buat start up portal berita kita itu. Ingat kan? Wening lebih ingin kita tetap di Jakarta, merintis start up impian kita daripada pindah ke New York. Sementara buat kita, email itu justru membuka pintu ke hamparan mimpi-mimpi lain yang lebih keren. Mimpi memulai hidup baru, mimpi keluar dari neraka macetnya Jakarta yang selalu bikin lo gebrak-gebrak setir jip jelek kita itu. Padahal apa coba salah mobil itu kecuali dia udah tua, doyan mogok dan minum bensinnya gila-gilaan. Hahaha.

Masih ingat kan apa kata Wening waktu itu? Gue ingetin kalau lo lupa. Maklum lo sekarang udah 50 tahun ya hehe. Dia bilang: ”Oh gitu. Ya sudah. Berarti ini akhir dari mimpi bersama kita. Silakan aja jalani mimpi lo sendiri. Jangan bawa-bawa gue.”

Anjrit! Merinding gue ingat momen itu. Ingat bagaimana susahnya meyakinkan kalau dia adalah bagian penting dari mimpi itu. Kita hampir menyerah setelah Wening mutusin hubungan saat itu juga. Gila! Drama banget! Masih ingat nggak keputusan lebih gila lagi yang kita ambil saat itu juga. Gue ingetin lagi ya. Lo, ya kita, sampai berlutut di depan Wening dan melamar dia sambil bercucuran air mata. Hahaha! Bodo amat deh orang-orang di foodcourt semua melihat ke arah kita. Apalagi akhirnya Wening ikut nangis sesenggukan.

Entah apa yang ada di perasaan dia saat itu. Dia kan anak tunggal, orang tuanya udah sepuh. Ditambah lagi, sebagai jurnalis, bisa dapat investor buat bikin start up portal berita itu udah kayak mimpi banget.

Dito, pengorbanan Wening gede banget karena dia akhirnya menyanggupi. Saat gue nulis ini, besok gue akan ke Jakarta, ngajak dia nikah, terus gue boyong ke sini. Gue nggak tau sih apa yang akan terjadi saat besok gue terbang ke Jakarta. Bisa aja Wening berubah lagi. Soalnya orang tuanya kan belum setuju. Gue baru akan tenang kalau akhirnya dia sudah di pesawat bareng gue dalam perjalanan balik ke New York sebagai istri. Makanya Gue bakal ngamuk banget kalau ternyata saat lo baca surat ini 18 tahun dari sekarang dan ternyata kita nggak jadi nikah gara-gara lo.

Eh anak lo berapa sekarang? Jadi kan punya anak cowok selusin seperti cita-cita kita dulu sama Wening? Gilanya Wening malah semangat banget. Padahal dia yang harus hamil kan? Kita mah enak aja tinggal bikin aja. Eh dia kerja atau ngurus anak aja? Semoga dia kerja sih. Kita udah cukup banyak mengambil mimpi-mimpi dia.

Eh, udah dulu ya. Barusan ada suara ledakan gede banget sampai kaca-kaca ruangan bergetar. Kata Carmen sih di Tower 1 di seberang. Soalnya ada asap kelihatan dari situ. Kita disuruh turun. Ah males banget. Paling cuma generator meledak. Mana ini udah jam 9 lagi. Bentar lagi ada meeting sama klien. Kalau meeting ini berhasil, lo pasti jadi saksi berdirinya Art Center di 5th street. Itu karya kita man! Moga jadi ya.

Carmen barusan masuk ruangan dan maksa gue turun. Ya udah. Salam ama Wening. Kasih liat email ini ke dia. Ning, kalo lo baca email ini, gue cuma mau bilang gue sayang banget sama lo lebih dari apapun. Semoga lo bahagia ya sama gue di masa lalu dan juga sama gue di masa depan, meski dia udah 50 tahun umurnya hahaha.

Bye!

World Trade Center,
11 September 2001

Dari Lo 18 tahun lalu!